ABU DHABI – Kompleks ibadah yang terdiri dari masjid, gereja dan sinagoga akan dibangun di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dan terwujud pada 2022 mendatang.
Mengutip warta Voice of America, kemarin (17/12/19), pembangunan kompleks ibadah lengkap tersebut merupakan visi Uni Emirat Arab mengenai keharmonisan beragama.
Disebut Abrahamic Family House, kompleks itu tidak hanya digunakan sebagai tempat beribadah namun juga berbagai kegiatan yang menekankan pada dialog antaragama.
Prakarsa membangun Abrahamic Family House ini lahir saat kunjungan Paus Fransiskus Februari lalu ke Uni Emirat Arab.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya bulan September, bersama Imam Besar al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb, ia membuat deklarasi bersama yang mendorong persaudaraan antar umat manusia.
Salah satu wujud deklarasi itu adalah membuat kompleks rumah ibadah Abrahamic Family House.
Kompleks yang luar biasa luas itu akan berdiri di pulau Saadiyat. Karena ukurannya yang raksasa dan desainnya yang fenomenal, kelak kompleks itu menjadi atraksi tersendiri bagi Abu Dhabi.
2019 sebagai tahun toleransi beragama
Direncanakan tuntas dibangun pada 2022, kompleks itu dirancang oleh arsitek kelas dunia Sir David Adjaye.
Adjaye yang kelahiran Tanzania dikenal publik AS sebagai orang yang mendesain Museum Nasional Sejarah. Dan Budaya Masyarakat Amerika Keturunan Afrika yang baru selesai dibangun di Washington DC.
Komisi Tinggi Persaudaraan Manusia membantah kalau kompleks itu kelak hanya akan menjadi atraksi turis atau museum.
Menurut komisi itu, kompleks itu akan menjadi tempat ibadah rakyat Uni Emirat Arab yang sangat beragam.
Sebagaimana diketahui, negara itu menjadi pusat destinasi bagi jutaan pekerja asing, dan agama mereka sangat beragam.
Komisi itu mencatat, Muslim merupakan kelompok terbesar di negara itu, namun ada ratusan ribu warga Kristiani – umumnya Katolik – dan lebih dari 3.000 orang Yahudi.
Rencana besar Uni Emirat Arab ini dilahirkan bersamaan dengan pengakuan bahwa tahun 2019 sebagai tahun toleransi beragama.
Banyak orang menyambut rencana pendirian kompleks ibadah ini, termasuk Chris Wadelton dari Gereja Katolik St Phillip Neri di Maryland.
“Saya kira dalam lingkungan kita hidup sekarang ini, di mana kekerasan semakin menjadi-jadi, terutama kekerasan terkait agama. Di berbagai penjuru dunia seperti di Srilanka Selandia Baru, Timur Tengah. Gagasan ini sungguh menyegarkan. Kerukunan antaragama penting untuk menjaga keharmonisan dunia,” kata Wadelton.
Perbedaan Sumber Kekayaan
Namun tak sedikit yang menentang, Paus Fransiskus mendapat kritikan tajam dari penganut Katolik tradisionalis. Mereka menuduhnya mendukung sinkretisme atau menyatukan berbagai agama dan kepercayaan.
Namun delegasi Vatikan yang mengiringi kunjungan Paus ke Uni Emirat Arab membantahnya. Ia mengatakan, setiap agama memegang identitasnya masing-masing di kompleks itu.
Dalam pidatonya usai menandantangani deklarasi bersama, Paus menekankan pentingnya kerukunan beragama.
“Persaudaraan antara manusia dari semua bangsa dan kebudayaan, persaudaraan antara orang-orang yang punya perbedaan pendapat. Namun bisa menghormati dan mendengar pandangan orang lain, dan juga persaudaraan antara orang-orang yang berlainan agama, sangatlah penting.
Perbedaan yang ada antara kita bukanlah sesuatu yang mencegah kita melakukan kebaikan. Ataupun sesuatu yang membahayakan, tapi sumber kekayaan,” kata Paus.(voa/BC-AM)